Salatiga Christmas Parade - Merajut Kebhinekaan Menuju Tunggal Ika


Seperti tahun-tahun sebelumnya, ribuan umat kristiani di kota mungil Salatiga sangat antusias menyambut Hari Raya Natal 2019. Ini terlihat dari meriahnya Salatiga Christmas Parade yang digelar hari sabtu tanggal 14 Desember yang lalu.

Event yang diikuti oleh 31 peserta dari gereja-gereja maupun sekolah-sekolah kristen dan katolik di Salatiga cukup meriah. Walaupun semula diperkiraan ada sekitar 40-an kontingen, namun tidak mengurangi kemeriahan parade tersebut. Bahkan warga kota Salatiga yang non kristiani pun terlihat ikut menonton.

Salatiga Christmas Parade merupakan wujud toreransi yang tetap terjaga dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat yang heterogen. Dikota yang di tahun 2018 oleh Setara Institute dinobatkan sebagai kota tertoleran ke dua di Indonesia, tidak mengenal istilah mayoritas dan minoritas. Kami semua hidup rukun berdampingan dalam perbedaan.

Baca juga: Jalan Santai di Taman Kota Salatiga Bendosari - Sehat Usir Depresi

Salatiga Christmas Parade 2019 ini bertajuk Merajut Kebhinekaan Menuju Tunggal Ika. Start dimulai dari lapangan Universitas Kristen Satya Wacana pada pukul 10.00. Berjalan melalui jalan Diponegoro kearah jalan Jendral Sudirman lalu berbelok ke jalan Sukowati, dan berakhir di komplek Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Salatiga.

Karnaval budaya tahunan ini juga sebagai pembuka Natal bersama Kota Salatiga yang akan diselenggarakan pada tanggal 25 Desember pukul 04.00 di lapangan Yonif 411 Pandawa Salatiga. Acara Natal bersama ini biasanya digelar di Lapangan Pancasila. Namun karena lapangan tersebut masih dalam proses revitalisasi dengan target minimal 30 persen ruang terbuka hijau (RTH). Ditargetkan akan selesai pengerjaannya pada akhir bulan Desember 2019 ini. Puji Tuhan masih ada tempat alternatif lain sebagai penggantinya.

Tentu saja saya tidak mau menyia-nyiakan momen spesial Salatiga Christmas Parade tahun ini. Limabelas menit sebelum pukul 10.00, saya sudah menunggu di jalan Diponegoro. Lokasi yang sangat strategis, dekat dengan gerbang kampus UKSW.

Disepanjang jalan Diponegoro banyak pepohonan tinggi, sehingga tempatnya pun sejuk. Masih terlihat sisa peninggalan kolonial Belanda, seperti gedung sekolah SMP Stella Matutina. Dulu para menir memilih Kota mungil Salatiga sebagai tempat mereka beristirahat.

Baca juga: Kirab Riyaya Unduh-unduh GKJ Salatiga Selatan. Ada Reog dan Barongsai Loh!

Kontingen pertama diawali oleh kelompok Badan Kerjasama Gereja Salatiga (BKGS) dan ditutup oleh kontingen nomor 31 yaitu GBI Imanuel Banjaran, dua jam berikutnya. Para peserta karnaval  memakai kostum yang beragam.

Ada juga yang mengendarai kendaran yang dihias dengan beberapa iringan musik traditional, seperti drum bleg. Mencerminkan betapa kayanya kebudayaan Indonesia yang cinta damai. Inilah karakter asli bangsa tercinta ini. Janganlah keindahan ini punah hanya karena ego dari segelintir orang.

Selamat Hari Natal 2019 bagi anda semua yang merayakan. Kiranya damai Natal senantiasa menyertai kita semua. Amin. (helloiamaris.blogspot.com)



Drum Bleg, marching band tradisional Kota Salatiga