Batu Bata, Pemandangan Khas Sepanjang Klampok dan Mandiraja



Batu bata tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Ini merupakan salah satu bahan bangunan yang paling disukai dengan berbagai kelebihannya. Batu bata inipun menyimpan beragam cerita yang berbeda.

Ketika pada hari kamis yang lalu membaca sebuah artikel di VOA Learning English dengan judul Facing Poverty, Afghan Children Forced to Work. Kalau dalam bahasa Indonesia kurang lebihnya ditulis begini: Untuk menghadapi kemiskinan, anak-anak Afganistan dipaksa bekerja. Baru membaca judulnya saja sudah merinding ya dengarnya. Menyedihkan sekali nasibnya.


Saya tak akan membahas isi dari artikel itu kenapa mereka tak sekolah namun harus membantu orang tuanya di pabrik batu bata. Masalahnya sangat kompleks, menyangkut masalah politik, ekonomi, sosial dan budaya. Tentunya saya tak berkompeten untuk membahasnya. Sehingga kalau ditulispun saya hanya sekedar men-translate dari bahasa Inggris ke dalam bahasa indonesia.

Namun salah satu sisi positifnya bagi seorang narablog seperti saya adalah mendapat ide untuk menulis. Cara mengatasi kehilangan ide menulis menurut versi Arisarmu's Stories pernah saya tulis di artikel sebelumnya.

Baca juga: Ini Solusi Mengatasi Kehilangan Ide Menulis Bagi Seorang Blogger

Setelah membuka folder foto yang tersimpan di laptop, akhirnya ketemu foto yang saya cari. Batu bata yang kelihatannya sudah kering dan ditumpuk di area persawahan beratapkan jerami yang di topang tiang-tiang bambu. Pemandangan ini yang akan ditemui ketika anda melintasi jalan raya sepanjang Klampok dan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Jadi pemandangan melintasi Banjarnegara tak hanya disuguhi deretan penjual Dawer Ayu yang terkenal nikmat. Perajin batu bata pun tak kalah bersemangatnya memajang barang dagangannya. Tentu saja yang ini berupa bahan bangunan. Dibutuhkan bagi mereka yang sedang membangun rumah. Yaitu salah satu material sebagai bahan pembuat dinding.

Baca juga: Melepas Dahaga dengan Es Dawet Ayu dan Es Kuwut


Tanah di daerah ini berupa tanah liat yang cocok sebagai bahan baku batu bata. Kemudian dalam prosesnya, batu bata yang sudah dicetak dan dikeringkan lalu kemudian dibakar dengan sekam. Jadi para pengendara wajib berhati-hati ya jika sedang melintas. Asap dari pembakaran itu bisa mengganggu pandangan.

Batu bata juga mengingatkan sedikit memori tentang masa kanak-kanak. Ketika masih tinggal dengan orang tua di Purwokerto. Beberapa anak lelaki teman sepermainan suka menunjukkan kekuatan dengan media batu bata. Berapa yang bisa dipatahkan dengan tangan. Siapa yang bisa mematahkan batu bata paling banyak menganggap dirinya paling kuat. Hahaha namanya anak-anak, ingin meniru jagoannya di film kungfu yang biasa ditonton.

Jadi setiap kali melintas di jalan sepanjang Mandiraja - Klampok dan melihat etalase sederhana yang berisi susunan batu-bata. Itu menandakan kampung halaman tempatku lahir sudah dekat. Sebentar lagi memasuki Kabupaten Purbalingga dan kemudian masuk Purwokerto.
(helloiamaris.blogspot.com)