Di era digital harus diakui gadget telah menjelma menjadi 'teman' dalam keseharian. Namun ingatan akan keseruan berinteraksi dengan teman dalam arti yang sesungguhnya tak bisa terkikis oleh perubahan zaman.
Setiap orang pastinya masih mengingat peristiwa di masa lalu, entah itu mengenai sesuatu yang menyenangkan maupun yang tidak. Kerapkali lamunan menghadirkan memori -memori tersebut. Sesuatu yang indah membikin raut wajah tersenyum, namun sebaliknya jika itu menyangkut suatu yang menyakitkan.
Memori yang telah terekam dalam batin bawah sadar seseorang bisa tiba-tiba muncul tanpa disadari. Itu bisa terpicu karena tontonan media visual yang membangkitkan kenangan di masa lalu, atau pun setelah membaca artikel atau lainnya.
Banyak tidaknya rekaman informasi pada setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia seseorang, aktifitas dimasa lalu yang mencakup hobi dan kebiasaaan. Bukan berarti orang yang pasif dan malas bergerak tak mempunyai cerita yang menarik kan. Terkadang cerita seru bisa muncul di sebuah ruangan yang aktifitas orangnya hanya duduk-duduk saja.
Semarang merupakan kota pelabuhan dengan bangunan-bangunan tua peningalan kolonial memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung. Ya tentu saja ibukota provinsi Jawa Tengah ini masih tetap menarik walaupun udaranya semakin panas dan lalu lintas semakin padat. Di kota berjuluk Atlas inilah sebagian memoriku tersimpan.
Hanya menuruti kehendak almarhum bapak sehingga akhirnya aku mencatatkan cerita kehidupanku di kota itu. Meninggalkan kota kelahiran, Purwokerto, yang telah menjadi saksi atas kelahiranku sampai lulus sekolah menengah atas. Berjarak sekitar 200 km, tak terlalu jauh sebenarnya, namun juga bukan jarak yang dekat.
Sebagai seorang mahasiswa yang mempelajari tentang industri pariwisata, khususnya perhotelan sesuai dengan jurusan yang kuambil. Karena waktu itu aku sangat membenci pelajaran matematika, jadinya kuliah apapun mau asalkan tak ada pelajaran itu. Titik, dan tak ada kompromi.
Jika waktu itu aku tetap di Purwokerto, paling aku akan kuliah di fakultas hukum. Kenyataannya, walaupun bapak waktu itu seorang dosen di sebuah universitas negeri, namun beliau lebih menghendaki aku menuntut ilmu dan tinggal di luar kota. Selain untuk melatih kemandirianku, jurusan itu sedang ngetren waktu itu. Aku sih tinggal nurut saja.
Dasarnya aku yang memang malas belajar. walaupun membaca sebenarnya merupakan kegemarannku sejak masa kanak-kanak. Namun bukanlah bacaan yang menunjang pelajaran sekolah maupun materi kuliah. Membaca hanyalah sekedar memuaskan keingintahuanku semata. Kesempatan tinggal jauh dari orangtua membuatnya jadi semakin bebas bersantai-santai. Sedangkan di tempat kos, aktifitas lainnya banyak mengobrol dengan teman-teman kos atau terkadang bermain kartu.
Sejak aku kecil, permainan kartu sudah sering menghibur hari-hariku. Bermain dengan kedua kakak yang usianya berjarak 5 dan 7 tahun. Jadi aku terlihat sangat kecil dan paling muda sekali waktu itu. Kebiasaan bermain kartu pun berlanjut sampai aku tinggal di Semarang.
Tentunya sangat jauh berbeda Zaman old dan Zaman now. Sekarang anak-anak muda sangat dimanjakan oleh gadget mereka. Kemajuan bisa didapat dengan mudah karena teknologi informasi telah berkembang dengan cepatnya. Namun sisi negatifnya pun akan siap mengancam dan bisa menghancurkan jikalau tak bijak dalam memanfaatkannya.
Sekarang kita bisa bermain kartu sendiri tanpa butuh teman, hanya mengandalkan gadget ditangan. Tapi tentunya tak akan seseru dan seasyik jika bermain dengan teman secara manual. Kita bisa merasakan atau melihat ekpresi wajah teman yang kecewa jika mendapatkan kartu yang jelek atau wajah ceria jika kartunya bagus.
Pipi, kening dan hidung yang hitam merupakan hiasan di wajah kami ketika bermain kartu di malam hari. Itulah hukuman dari yang kalah dalam permainan. Dan kenyataannya tak pernah ada yang bebas dari hukuman.
Baca juga: Mana Yang Lebih Nikmat, Kopi Atau Teh?
Pernah mengagetkan si pemilik rumah yang tinggal di rumah sebelahnya. Suatu malam lelaki tua itu memasuki ruang tamu tempat kos, dan beliau hanya bisa geleng-geleng kepala lalu pergi lagi. Namun ada teman kos kami yang tak tertarik bermain kartu, tapi merasa senang ketika keesokan harinya mendapati pancinya bersih dari angus.