Suguhan Kesenian Tradisional Reog Salatiga di Taman Tingkir




Helloiamaris - Pesan WhatsApp yang kubaca pada hari minggu siang itu memastikan ku tak ada pekerjaan di sore harinya, sehingga ku bisa melakukan hal lainnya dan kuputuskan beranjak dari tempatku berbaring. Kepala masih sedikit pening, entah karena rasa jenuh yang membelenggu atau karena sebab lain, semuanya bisa melebur jadi satu. Kuteringat nasihat orang bijak, bahwa berat kecilnya masalah dalam kehidupan seseorang adalah pupuk yang menyuburkan, sehingga pohon akan tumbuh semakin besar dan akar pohon pun semakin berkembang menembus ke dalam tanah yang semakin lama akan membentuk akar tunggang yang semakin memperkokoh pohon tersebut sehingga tak mudah tumbang walau dihantam kerasnya tiupan angin.

Kupacu sepeda motor tuaku menuju kesebuah taman, ya sebuah taman di kota mungilku. Entah angin mana yang membisikiku, aku juga tak ambil pusing dan hanya ingin mengikuti naluri dan kata hatiku yang bisa menghibur rasa gundah yang membikin sesak didada. Kupilih Taman Tingkir yang tak terlalu jauh, cukup nyaman, dan cukup luas yang menjadi tempat favorit tak hanya bagi anak-anak kecil juga segala usia. Permainan yang ada di play ground menjadi tantangan tersendiri yang mengasyikkan bagi anak-anak seusia mereka yang terlihat ceria meniti sebatang kayu untuk menguji keseimbangan mereka, ada yang bermain ayunan, seluncur dan lainnya yang ku tak tahu namanya. 


Taman Tingkir berbentuk persegi, entah seukuran lapangan sepakbola atau barangkalli lebih kecil, sulit untuk memastikannya secara tepat. Nama taman tertulis besar berwarna putih di bagian depannya, sedangkan taman ini juga dikelilingi jogging track, sehingga untuk yang suka berolahraga bisa digunakan untuk melemaskan kaki, walaupun harus berbagi juga dengan anak-anak yang bersepeda maupun yang sedang menaiki mobil mainan. Terlihat sorot wajah gembira para orang tua yang sedang menemani kebahagiaan putra-putri mereka bermain di taman ini.

Di bulan Ramadhan, Taman Tingkir juga dimanfaatkan para warga kota untuk menunggu waktu berbuka puasa. Para pedagang makanan pun terlihat sudah mangkal dan menantikan pembeli dengan aneka jajanan yang merakyat seperti sosis goreng, tela-tela, pentol cilot dan lainnya serta aneka minuman.


Ditengah taman ini ada lapangan bola voli yang dipagar kawat keliling, walaupun kondisi lantainya sudah mulai retak-retak karena pemakaian yang intens namun masih lumayan bisa dimanfatkan sebagai tempat untuk senam. Di taman ini juga terdapat beberapa gazebo, dan ada satu yang paling luas sehingga bisa difungsikan sebagai tempat piknik murah untuk sebuah group yang agak banyak pesertanya. Dengan membawa nasi kotak ,snack dan minuman yang pernah kulihat ketika kesini sebelumnya.. Ada juga kolam-kolam ikan kecil, jadi bisa menikmati sensasi memberi makan ikan, tapi pakannya bawa sendiri ya hehehe.

Saat itu aku sedang duduk duduk di amphitheatre, yang berfungsi sebagai tempat untuk menampilkan sebuah pertunjukan di alam terbuka, dan melakukan blog walking (BW) ke beberapa blog. Sebenarnya pengin sekali bisa BW ke banyak blog setiap harinya, namun masih belum terlaksana karena ternyata aktifitas menulis artikel, kunjungan balik ke blog teman dan kehidupan nyata telah menyita banyak waktu. Padahal senang sekali loh kalau bisa punya banyak teman walaupun hanya di dunia maya.



Ketika jari jemariku sedang asyik menari di smart phone, mendadak sekelompok orang dari Persatuan Jaran Kepang Salatiga (PJKS) memasuki amphitheatre dan mengisi tempat kosong dibeberapa bagian pada arah berlawanan dengan saat aku sedang duduk. Suatu keberuntungan, sepertinya aku akan dihibur dengan pertunjukkan kesenian tradisional khas Salatiga yang sangat populer dengan sebutan Reog. Mereka membawa seperangkat alat musik. Nampaknya mereka sedang berlatih, mulai dari anak-anak kecil sampai orang dewasa. Menurut beberapa sumber, Reog ala Salatiga dulunya merupakan tarian rakyat kalangan bawah yang meniru gerakan pasukan berkuda dari sebuah kerajaan dengan iringan beberapa alat musik dengan irama yang terdengar monoton,namun kalau diresapi dengan sungguh-sungguh punya makna yang mendalam, penarinya laksanya orang sedang asyik menunggang kuda. Kalau yang ini hanya pendapat saya pribadi loh berdasarkan beberapa kali melihat pertunjukan reog. Tidak hanya menari dengan membawa boneka kuda dari bambu yang diberi warna, juga ada atraksi melecut dengan cambuk yang berbunyi cukup keras tar tar tar...dan beberapa orang memakai pakaian barong, entah apa makna tesebut aku tak tahu. Lalu menjelang waktu berbuka terlihat beberapa pemuda membawa dos berisi makanan dan membagi bungkusan ke para anggotanya. Wow! Ternyata ini cara PJKS menunggu waktu berbuka puasa sambil melestarikan kesenian tradisional daerahnya. Sungguh patut diapresiasi.