![]() |
Image source: Pixabay.com |
Helloiamaris - Saya sependapat jika banyak orang yang mengatakan masa kanak-kanak adalah masa terindah dalam kehidupan seseorang. Dunia anak-anak identik dengan permainan, bersendagurau dengan teman-teman, baik disekolah maupun dilingkungan rumah apalagi jaman dulu guru tak banyak memberikan siswa pekerjaan rumah sehingga pulang sekolah dan setelah makan siang merupakan waktu untuk bersosialisasi dengan teman-teman.
Dalam artikel kali ini yang berlabel My Childhood mengingatkan ke masa laluku ketika catur yang dibilang bagian dari olahraga, namun sebagian orang menganggapnya sebagai permainan asah otak atau adu strategi dan taktik. Masih teringat dulu kakak laki-lakiku yang memperkenalkannya dan mengajariku cara menjalankan buah catur yang yang terdiri dari dua warna yang berbeda yang dimainkan pada sebuah papan dengan kotak-kotak kecil yang berjumlah enampuluh empat. Si pemain catur ibarat seorang jendral yang mengatur strategi perang yang menggunakan enam belas biji catur untuk menaklukkan lawannya. Terdiri dari delapan pion atau bidak, dua benteng, dua kuda, dua gajah dan masing-masing satu raja dan satu master.
Kebetulan tetangga yang sebaya juga bisa bermain catur sehingga kami terkadang memainkannya. Tidak serius namun cukup menghibur, terkadang menang, atau kalah, namun sangat jarang yang berakhir dengan hasil remis atau seri. Itu mungkin pengaruh pola pikir anak-anak ya yang tahunya dalam sebuah permainan hasilnya cuma ada dua -- menang atau kalah.
Di bulan puasa Ramadhan ini, aku jadi teringat masa kanak-kanak dulu. Teman-teman yang berpuasa suka mengajak bermain catur untuk menghabiskan waktu, sehingga tak terasa jarum jam bergulir dengan cepat dan takjil untuk berbuka puasa pun terasa semakin dekat.
Dalam artikel kali ini yang berlabel My Childhood mengingatkan ke masa laluku ketika catur yang dibilang bagian dari olahraga, namun sebagian orang menganggapnya sebagai permainan asah otak atau adu strategi dan taktik. Masih teringat dulu kakak laki-lakiku yang memperkenalkannya dan mengajariku cara menjalankan buah catur yang yang terdiri dari dua warna yang berbeda yang dimainkan pada sebuah papan dengan kotak-kotak kecil yang berjumlah enampuluh empat. Si pemain catur ibarat seorang jendral yang mengatur strategi perang yang menggunakan enam belas biji catur untuk menaklukkan lawannya. Terdiri dari delapan pion atau bidak, dua benteng, dua kuda, dua gajah dan masing-masing satu raja dan satu master.
Kebetulan tetangga yang sebaya juga bisa bermain catur sehingga kami terkadang memainkannya. Tidak serius namun cukup menghibur, terkadang menang, atau kalah, namun sangat jarang yang berakhir dengan hasil remis atau seri. Itu mungkin pengaruh pola pikir anak-anak ya yang tahunya dalam sebuah permainan hasilnya cuma ada dua -- menang atau kalah.
Di bulan puasa Ramadhan ini, aku jadi teringat masa kanak-kanak dulu. Teman-teman yang berpuasa suka mengajak bermain catur untuk menghabiskan waktu, sehingga tak terasa jarum jam bergulir dengan cepat dan takjil untuk berbuka puasa pun terasa semakin dekat.