Mie Nyemek, Nostalgia Ke Masa Lalu Di Semarang


Banyak hal yang bisa mengingatkan kita ke masa lalu terlebih jika kita pernah tinggal di suatu tempat lebih dari satu tahun karena semakin lama kita menetap akan semakin beragam dan kuat kenangan yang tertanam, termasuk dengan sepiring Mie Nyemek yang mengingatkanku ke masa-masa kuliah dulu.

Pada hari minggu yang lalu setelah menonton Grand Prix Choral Festival di Unika Soegijapranata Semarang yang diikuti oleh 9 juara pada tiap-tiap kategori yang telah dilombakan pada hari sebelumnya. Yang juga diikuti oleh sebuah tim paduan suara yang beranggotakan Dennis, anak saya. Dan sebagai seorang ayah tentunya saya ingin memberikan setidaknya dukungan moril dan melihat secara langsung hasil dari kerja kerasnya beserta teman-teman sekolah yang tergabung dalam ekskul paduan suara Viva Brio Choir  yang lebih populer dengan sebutan VBC.
Setelah dihibur oleh seluruh tim paduan suara, yang secara apik menampilkan performa terbaiknya, selama kurang lebih dua jam. Setelah selesai saya meninggalkan gedung itu sedangkan seluruh peserta lomba festival menikmati jamuan makan malam yang berupa nasi kotak dari panitia sambil menunggu hasil keputusan tim dewan juri yang terdiri dari tiga orang berkewarganegaraan Indonesia, satu dari Jepang dan satunya lagi dari Filipina.



Kebetulan sekali lokasi kampus Unika Soegijapranata dekat dengan kampus tempat dulu saya kuliah di Bendan Ngisor, jadi alangkah sayangnya jika momentum itu saya sia-siakan begitu saja. Lalu sayapun meluncur kesana.

Sebagai seorang mantan anak kos yang mengalami pindah tempat kos sebanyak empat kali dengan beragam alasan dan kenangan berinteraksi dengan teman-teman kos yang membawa dialek khas daerah mereka masing-masing. Teringat akan seorang sahabat yang telah berpulang mendahului kami. Banyak kenangan manis yang tidak akan pernah terlupakan.

Gang yang menyimpan sebagian memori masa lalu.

Awalnya hanya ada dua varian mie yang saya kenal, mie goreng dan mie kuah. Ternyata selera seorang sahabat ketika selalu memesan Mie Nyemek, yang tentunya sudah tidak asing bagi sahabat pembaca. Yaitu mie dengan kuah sedikit sehingga bumbunya akan lebih terasa mantap. Setelah saya mencicip, jadi dech selera pilihan saya mengikuti sang sahabat.



Di dekat tempat kos saya dulu yang beralamatkan di Jl Lamongan Raya yang sekarang nampaknya wujud bangunannya sudah berubah, saya menjumpai pedagang kaki lima yang di gerobak dorongnya tertulis Nasi Goreng Mas Arab, agak geli juga ketika membacanya, kenapa ga dikasih nama mas Indonesia atau mas Korea, ataukah dia dulunya pernah jualan nasi goreng di negara Arab sayapun tidak tahu. Namun satu hal yang saya yakin mas Arab pasti berjualan mie, khan biasa kalau penjual nasi goreng biasanya juga berjualan mie goreng dan mie kuah.

Setelah memarkir kendaraan, tanpa keraguan saya memesan seporsi Mie Nyemek. Saat itu ada seorang lelaki berusia sekitar 55 th sedang menikmati nasi goreng. Sedangkan beberapa pembeli lebih suka memesan untuk dibungkus dan mereka nampak nyaman berdiri menunggu.
Tidak lama pesanan sayapun akhirnya siap dan tersaji diatas meja dengan motif warna yang menyerupai papan catur.


Mie Nyemek mas Arab saya rasa cukup nikmat dengan tambahan telur yang dikocok dan rajangan sawi ditambah krupuk yang ditempatkan di plastik terpisah jadi semakin menambah nikmat. Walaupun tidak ada wujud suwiran daging ayam, namun rasa kaldu ayamnya cukup terasa. Sungguh mengobati kerinduan saya akan momen indah yang tersimpan dalam ingatan.

Satu porsi Mie Nyemek dengan segelas teh tawar hangat dihargai Rp 15.000. 
Saya jadi pengin tahu, mana yang sahabat pembaca lebih suka, Mie Goreng, Mie Kuah atau Mie Nyemek?