Ini Penyebab Bangkrutnya Usaha Es Dawet Ayu Banjarnegara



Usaha Es Dawet Ayu Banjarnegara tak selalu manis seperti apa yang dibayangan sebagian orang. Jika tak serius dalam mengelolanya, tak lama jualannya pasti akan bangkrut.

Minuman cendol dingin yang populer dengan sebutan Es Dawet Ayu Banjarnegara, tak hanya bisa dinikmati di daerah asalnya. Minuman beraroma pandan dan buah nangka yang harum pun mudah didapatkan di Purwokerto. Ini salah satu minuman favoritku semasa kanak-kanak hingga sekarang. Dulu ibu biasa membelinya ketika ku menemaninya ke pasar.

Purwokerto, kota administratif di Kabupaten Banyumas, berhawa panas. Tidur tak ber AC bisa bermandi keringat, terutama bagi mereka yang biasa tinggal di daerah yang sejuk. Jalan sebentar saja sudah terasa gerah. Sehingga sesuatu yang bisa mendinginkan tubuh menjadi solusi yang terbaik. Minuman dingin terasa nikmatnya berlipat. Apalagi jika diminum di siang hari yang terik. Sangat cocok sekali. 

Ketika ada kesempatan menjumpai penjual Es Dawet Ayu, tak sudilah mengabaikannya begitu saja. Seperti di tempat asalnya Banjarnegara ketika dalam perjalanan mudik ke kota kelahiran, Purwokerto. Maupun di kota tempatku menghabiskan masa kanak-kanak sampai remaja. 

Bayangan tentang gula merah produksi asli Kabupaten Banyumas tak diragukan kelezatannya. Manisnya gurih sangat cocok untuk pemanis minuman dawet. Inilah rahasia kelezatan minuman tersebut, dipadukan dengan cendol berwarna hijau yang nikmat menggoda. Sempurna sekali minuman dingin ini.


Namun sayangnya ekspektasi tak selalu sama dengan kenyataan. Minuman Dawet Ayu Banjarnegara yang seharusnya membuat orang ketagihan. Sehingga biasanya ingin menambah satu gelas lagi agar sungguh terpuaskan tak sesuai yang diharapkan. Inilah kisah liburan Natal akhir tahun lalu di Purwokerto.

Tepat diseberang jalan, rumah tetangga semasa kecilku di Purwokerto. Anak lelakinya dan menantunya berjualan Es Dawet Ayu Banjarnegara. Tentu saja aku tak menolaknya ketika istri menawari minuman tersebut. Dua kali membelinya di hari yang berbeda. Namun hari yang kedua rasa dawetnya berbeda dengan sebelumnya.


Dihari kedua, Es Dawet seharga Rp 5K/porsi terasa agak pahit. Tentu ada yang aneh dengan gula merahnya, pikirku. Padahal gula aren itulah penentu kelezatan minuman ini. Mereka pastinya tak membeli gula merah pada penjual yang sama. Dan mengabaikan efek negatif bagi usahanya. Apakah jualanya bisa bertahan lama jika kerap rasanya seperti ini. Ditambah lagi cendolnya terlalu sedikit porsinya, sehingga tampilan dawet ini pun seperti es susu coklat. Lihat gambar di bawah ini.


Sekitar dua bulan kemudian, atau mungkin kurang, aku tak begitu ingat. Dapat kabar bahwa mereka tak lagi jualan Es Dawet Ayu Banjarnegara lagi. Bangkrut, jualanya tak laku lagi. Sayang sekali kualitas rasa tak dijaga dengan baik, padahal lokasi jualannya sangat strategis. Di pinggir jalan yang ramai, sangat dekat dengan pusat perbelanjaan di kota berjuluk "Satria" itu. Semoga pasangan suami istri tersebut bisa belajar dari kesalahan dan tak mengulanginya lagi jika kelak membuka usaha yang baru.