Sepenggal Kisah Tentang Kopi. Benarkah Pahit Lebih Nikmat?


Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Peribahasa yang cukup sering kita dengar. Ada benarnya juga walaupun tak harus seratus persen sama dengan kenyataannya.

Faktor genetika kerap dijadikan patokan untuk menyamakan bakat, watak dan termasuk selera seorang anak. Ada sebagian yang mirip ibunya dan ayahnya. Namun ada juga sih yang katanya tak ada kemiripan sama sekali. Walaupun itu anak kandung sendiri.

Sebagai orang tua yang mempunyai dua orang anak. Cowok kembar satu plasenta tapi beda wajah, hobi dan karakter. Tentunya masing-masing punya kelebihan dan kekuranganya sehingga uniklah menemani kami dalam keseharian.

Tapi yang jelas mereka asli anak kami, dijamin tak mungkin lah tertukar waktu di rumah sakit dengan bayi lain. Karena ketika mereka lahir kedunia pun saya melihat proses kelahirannya. David keluar duluan, disusul Dennis lima menit kemudian.


Salah satu ciri fisik yang keduanya sama dengan saya adalah telapak kakinya. Belum lagi segi fisik lainnya. Yang jelas kami bertiga laki-laki. Ya jelas dong namanya anak cowok tentunya berjenis kelamin sama seperti papahnya hehehe.

Kembar cowok tapi beda. Kenapa bisa berbeda dan apa sih perbedaannya? Dari selera saja mereka berdua berbeda. Dennis penghobi olahraga, berorganisasi dan terkadang bermain musik dan ikut paduan suara baik di gereja maupun disekolah. Namun dia cenderung pendiam tak seperti kembarannya.

Sedangkan tim sepakbola favoritnya Manchester United, sama seperti papahnya. Kalau ada siaran langsung pasti nonton berdua. Asyik deh ada yang menemani nonton bola. Tapi sayangnya United lagi menurun permainannya. Jadi kalah melulu.

Sedangkan kembar satunya, David, sama selaki tak tertarik dengan sepakbola. Dia penghobi musik dan kopi. Namun katanya berhubung sulit mencari teman yang konsisten untuk nge-band, akhirnya hobi kopinya jadi lebih berkembang. Penyuka kopi yang pelan-pelan mulai mengumpulkan peralatan  manual brew  untuk menyeduh kopi sendiri di rumah. Sehingga tak tergantung orang lain untuk menekuni hobi yang satu ini. Dan dia nampaknya sangat menikmatinya.

Baca juga: Mana Yang Lebih Nikmat, Kopi Atau Teh?


Dari empat orang yang ada dirumah, hanya David dan saya yang suka kopi, jadinya ya saya satu-satunya teman dia bercerita tentang kopi di rumah. Beberapa kali dia membuatkan secangkir kopi untuk papahnya. Biasanya kopi arabica, pernah juga robusta.

Pada hari sabtu siang minggu kemarin, dia mengajak saya menemani membeli biji kopi di sebuah kedai kopi yang dekat dari rumah. Lumayanlah pikirku bisa untuk materi menulis di blog ini yang tak bisa sering update seperti sebelumnya. Aktifitas lainnya yang sedang saya lakukan ternyata juga menyita waktu dan pikiran.

Banyak pilihan single origin baik itu kopi arabica maupun robusta yang dijual di kedai kopi itu. Saya jadi ikut-ikutan membaui sampelnya. David akhirnya memillih Java Preanger dalam kemasan 100 gr seharga Rp. 36 ribu. Lihat fotonya di bawah ini.


Arabica - Java Preanger

Zaman sudah berubah ya? Dulu waktu masih kerja di sebuah cafe di Ubud, Bali. Pernah beberapa kali bikin kopi untuk pesanan pengunjung. Tapi tahunya jenis kopinya ya cuma arabica yang belinya di Jawa Timur dan dijual di cafe itu dengan label kopi Bali! Entah itu kopinya single origin atau blend yang sudah dicampur dengan jenis lain. Tak tahulah saya.

Baca juga: Cerita Tentang Semangkuk Mie Instan - Dulu Terasa Sedap Sekali

Dulu saya bikin kopi di cafe itu dengan espresso machine. Simple tak perlu ribet. Tapi sekarang manual brew yang lagi ngetren. Tanpa menggunakan espresso machine. Termasuk kebiasaan David ketika pulang sekolah, sesampai di rumah belum ganti baju seragam langsung bikin kopi. 

Apapun jenis kopinya, dia sukanya minum kopi pahit tanpa gula. Katanya sih ini cara menikmati kopi yang benar. Jadi saya yang sehari-harinya minum kopi saset instan, walaupun kadang jika lagi pengin, ikut mencicipi kopi pahit hasil seduhannya secara manual. Kalau bikin sendiri malas nggilingnya sih.

Sebenarnya perlu juga nih meng-upgrade pengetahuan saya tentang kopi biar bisa ngobrol seru dengan David, sambil berharap menemukan jawaban tentang nikmatnya menyesap kopi pahit.