Akhir-akhir ini buah yang paling sering aku konsumsi adalah pepaya. Kalau sedang bernasib baik, dapatnya yang manis, terkadang tak terlalu manis. Tapi biasanya sih rasanya sesuai dengan yang diharapkan.
Pilihan untuk mengkonsumsi buah yang di dalamnya banyak bijinya ini pun bukan tanpa alasan. Ada dua alasan utama kenapa memilihnya. Pertama rasanya yang enak dan tak membosankan, kemudian harganya terjangkau. Kalau harganya lagi mahal tak maulah istri saya membelinya. Itulah salah satu cara kami untuk menyikapi kehidupan, sehingga bisa survive atau bertahan dari kerasnya kehidupan.
Sebenarnya aku makan buah tak terlalu banyak sih, kalau pepaya paling sehari satu mangkuk ukuran sedang. Biasanya aku memakannya siang hari atau terkadang menjelang sore, disela-sela atau kalau aku mau berangkat kerja. Kalau dulu suka makan pisang, tapi sekarang kok pisang seringnya mahal, jadi ganti buah yang lebih murah.
Buah yang kulitnya berwarna hijau dan berubah menjadi kuning ketika masak, menyimpan beberapa kenangan. Sebagian yang menyenangkan, namun ada yang kalau diingat sangat memalukan. Pepaya tidak hanya meninggalkan rasa dilidah, namun juga pelajaran kehidupan.
Baca juga: Suka Duka Pelihara Kucing Kampung
Namanya kenakalan remaja ada beragam bentuknya, termasuk mencuri buah milik tetangga. Itu pengalaman dulu sekali semasa masih tinggal di Purwokerto. Sebenarnya kalau dalam cerita di film, aku ibarat hanyalah seorang figuran. Bukan pemain utama yang lebih disorot kamera.
Aku hanya melihat teman yang mengambil.Tapi ikut memakan buahnya, sama-sama berdosa ya. Kalau memang tindakan itu tak baik, kenapa kok ikut-ikutan ya, dan membiarkan kejadian itu begitu saja, dan tak menegur teman yang mencuri pepaya milik orang lain, malahan ikut asyik memakannya.
Ternyata dalam kehidupan, kita akan menuai apa yang kita tabur. Jika kita menanam yang baik, pohon itu akan menghasilkan buah yang baik, namun jika semak duri yang kita tanam, suatu saat akan melukai kulit kita sendiri.
Baca juga: Alpukat Kalibening, Si Jumbo dari KT Ngudi Rahayu - Kabupaten Semarang
Akhirnya pada suatu malam. Sudah sangat larut, atau bahkan dini hari. Kudengar suara orang berbicara sambil berbisik dibelakang rumah. Walaupun suaranya sangat lirih. Aku masih bisa mendengarnya. Ternyata pohon pepaya tinggi dekat dengan tembok belakang rumah masa kecilku. Sedang berbuah banyak, rasa buahnya manis, sedang dipetik oleh tangan-tangan yang tak kukenal. (helloiamaris.blogspot.com)
Buah yang kulitnya berwarna hijau dan berubah menjadi kuning ketika masak, menyimpan beberapa kenangan. Sebagian yang menyenangkan, namun ada yang kalau diingat sangat memalukan. Pepaya tidak hanya meninggalkan rasa dilidah, namun juga pelajaran kehidupan.
Baca juga: Suka Duka Pelihara Kucing Kampung
Namanya kenakalan remaja ada beragam bentuknya, termasuk mencuri buah milik tetangga. Itu pengalaman dulu sekali semasa masih tinggal di Purwokerto. Sebenarnya kalau dalam cerita di film, aku ibarat hanyalah seorang figuran. Bukan pemain utama yang lebih disorot kamera.
Aku hanya melihat teman yang mengambil.Tapi ikut memakan buahnya, sama-sama berdosa ya. Kalau memang tindakan itu tak baik, kenapa kok ikut-ikutan ya, dan membiarkan kejadian itu begitu saja, dan tak menegur teman yang mencuri pepaya milik orang lain, malahan ikut asyik memakannya.
Ternyata dalam kehidupan, kita akan menuai apa yang kita tabur. Jika kita menanam yang baik, pohon itu akan menghasilkan buah yang baik, namun jika semak duri yang kita tanam, suatu saat akan melukai kulit kita sendiri.
Baca juga: Alpukat Kalibening, Si Jumbo dari KT Ngudi Rahayu - Kabupaten Semarang
Akhirnya pada suatu malam. Sudah sangat larut, atau bahkan dini hari. Kudengar suara orang berbicara sambil berbisik dibelakang rumah. Walaupun suaranya sangat lirih. Aku masih bisa mendengarnya. Ternyata pohon pepaya tinggi dekat dengan tembok belakang rumah masa kecilku. Sedang berbuah banyak, rasa buahnya manis, sedang dipetik oleh tangan-tangan yang tak kukenal. (helloiamaris.blogspot.com)