Suka Duka Pelihara Kucing Kampung




Hello I am Aris  - Apakah kamu suka memelihara kucing yang bisa menemanimu bermain dan bikin lucu dengan tingkahnya? Kucing kampungpun bisa menjadi alternatif hewan peliharaan yang menyenangkan, walaupun suatu ketika bisa bertingkah yang sebaliknya.


Kucing adalah hewan peliharaan - selain anjing, ikan dan burung - yang sering dipelihara orang didunia.  Penampilannya yang lucu, jinak, bisa diajak main menjadi hiburan tersendiri bagi pemiliknya. Juga mudah dipelihara karena makanannyapun mudah didapat.

Menurut informasi yang dilansir oleh Wikipedia, dengan ditemukannya kerangka kucing di pulau Siprus, semakin menguatkan argumen bahwa sejak 600 tahun SM, hewan mamalia karnivora ini telah hidup berbaur dengan manusia. Malahan dari tahun 3.500 SM orang Mesir kuno melindungi hasil panen mereka yang disimpan dalam lumbung dari ancaman tikus pengerat dengan memelihara kucing. Terbukti efektif karena kucing adalah predator pemangsa tikus. Sedangkan sekitar 99 % dari jumlah kucing yang ada di dunia adalah persilangan antara kucing kampung dan kucing liar. Sedangkan yang lainnya barulah kucing pure breed atau yang disebut kucing ras seperti Persia, Siam, Manx dan Sphinx. 

Walaupun banyak kucing ras dijual di pet shops dengan perawakan maupun bulunya yang indah sehingga pemiliknya suka menimang maupun membelai bulunya yang lembut. Namun minat orang untuk memelihara kucing kampung nyatanya tak surut. Tentu dengan beberapa pertimbangan; terutama biaya pemeliharaannya yang murah, dan bisa dibiarkan bermain di luar rumah tanpa takut hilang karena nggak mungkin akan diambil orang.  Secara naluri alamiahnya, kucing kampung bisa mencari makan sendiri dengan berburu tikus.


Di postingan ini,  aku hanya ingin mengingat sekilas kenangan yang pernah kualami semasa aku kecil sampai remaja. Rasanya sayang untuk terlupakan begitu saja jika tak kutuangkan dalam coretan kali ini.

Menyebut hewan yang satu ini, segera mengingatkanku pada waktu masih tinggal dengan orang tua di Purwokerto. Tak ada niat untuk memelihara hewan itu karena ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar, ibu melarang kami (aku dan kakak) ketika berminat memelihara kucing. Padahal waktu itu sudah membawa seekor anak kucing pemberian tetangga. Ya sudah kalau nggak boleh kucing imut itu dipulangkan kembali ke yang ngasih.

Baru setelah aku SMA, kucing hitam punya tetangga beranak di belakang rumah kami. Dua anak kucing imut berwarna abu-abu, tentu ngikut ayahnya yang nggak tahu siapa hihihi. Kami akhirnya memeliharanya dan tetangga yang empunya kucingpun merelakannya. Ibu yang dulunya tak suka dengan kucingpun akhirnya membolehkan kami memelihara kucing di rumah setelah melihat kelucuan anak-anak kucing itu. Namun sangat menyedihkan ketika salah satu kucing yang lebih kecil mati. Tak ketahuan jatuh di got air namun tak bisa naik.

Entah awalnya gimana, kami menamainya Guplo. Tapi seingatku kakak perempuanlah yang pertama kali memanggilnya begitu. Mungkin karena polah tingkahnya waktu kucing itu masih kecil lucu sekali dan sukanya ngajak main. Kalau tak dituruti, kepala dan badannya nempel terus dikaki siapapun yang berada paling dekat dengannya. Makanannya pun terbilang gampang, yaitu nasi dicampur ikan kranjang, yaitu ikan laut yang biasa ibu beli di pasar yang ditaruh dalam anyaman bambu kecil, sehingga kamipun menyebutnya ikan kranjang. Kami memandikannya seminggu sekali dengan air hangat dan shampoo.

Namun ada susahnya punya kucing kampung. Dia tak mau dikurung dalam kandang, sehingga tak bisa ditinggal pergi kelamaan apalagi sampai nginap. Nanti siapa yang mau ngasih makan Guplo, pikir kami. Juga ketika sudah tua kucing itu jadi galak, tak bisa dibelai seperti waktu kecil dulu. Pernah burung merpati tetangga diterkam dan kakak laki-lakiku mengganti uang untuk burung yang mati. Kami tidak tahu akhir hidupnya, karena ketika sudah sangat tua, aku lupa umur berapa dia. Guplo pergi tak pulang-pulang dan dicaripun tak pernah ketemu. Sejak saat itu kami tak pernah pelihara kucing lagi.