Apakah Anda Pernah Nonton Reog Ala Salatiga?




Merti Desa atau juga disebut dengan Saparan sudah bukan hal yang asing bagi warga Salatiga. Tradisi budaya ini tetap dipertahankan sejak dari dulu, dan untuk memeriahkannya,  ditampilkan kesenian tradisional Reog.

Merti Desa yang diselenggarakan setiap bulan Sapar menurut kalender Jawa mempunyai makna yang dalam. Bukan hanya sekedar hiburan rakyat semata namun itu merupakan wujud dari ungkapan rasa syukur warga kepada Sang Pencipta atas segala berkat dan penyertaan sepanjang tahun yang telah berlalu. Dahulu identik dengan hasil panen yang melimpah. Di lingkungan Urban community atau masyarakat perkotaanpun, kesenian tradisional Reog inipun masih rutin dipertunjukkan sampai sekarang ini.



Reog ala Salatiga ini menurut saya lebih mirip dengan kesenian tradisional Kuda Lumping yang ketika masa kecil dulu di Purwokerto sering menontonnya. Kami menyebutnya Ebeg karena ada momen dimana para penari dengan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu akan mengalami trance atau orang-orang biasa menyebutnya kesurupan.  Yaitu suatu keadaan yang membiarkan dirinya mengalami hilang kesadaran dan dikuasai oleh kekuatan gaib untuk beberapa saat, dan inilah yang sangat dinantikan oleh para penonton. 

Saya masih ingat ketika salah satu penari yang sedang trance melakukan suatu hal yang diluar jangkauan akal sehat dengan memakan pecahan piring dan kaca lampu teplok (lampu minyak tanah jaman dulu). 

Namun sekarang dalam atraksi Reog sudah tidak diperbolehkan lagi mempertunjukkan hal-hal yang berbahaya. Dan menurut informasi yang saya dapat, Paguyuban Reog di Salatiga hanya membolehkan anggotanya menampilkan atraksi pada saat penari dalam keadaan trance sebatas mengupas sabut kelapa dengan memakai gigi saja. Itu yang saya saksikan pada pagelaran budaya Reog ala Salatiga pada hari sabtu kemarin di Bulu RW 06 Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Argomulyo Salatiga.

Pagelaran budaya tersebut dimulai hari sabtu sore sekitar jam 15.00 sampai jam 15.30 dan berhenti untuk istirahat sejenak dan dilanjutkan lagi malam harinya pada pukul 20.00 yang menurut penuturan salah seorang panitianya dan akan selesai sampai jam 24.00. Namun berhubung malam harinya saya ada suatu keperluan jadi saya hanya menonton sampai jam 15.30 sore. Sehingga saya tidak bisa menceritakan apa yang ditampilkan pada malam harinya.



Sedangkan instrumen musik yang digunakan merupakan perpaduan gamelan dan alat musik modern. Terdiri dari dua buah peking, dan masing-masing satu kenongkendang, drumbass gitarkeyboard dan seorang sinden (penyayi). Walaupun ada seperangkat gong namun saat itu saya nggak mendengar instrumen tersebut  dibunyikan karena yang sangat dominan adalah suara bass drum dan bass gitar

Ini yang dinamakan Gamelan Modern yang disesuaikan dengan selera masyarakat yang ingin menyaksikan hiburan yang lebih meriah yang dikolaborasikan dengan alat musik modern tersebut. Dan sekarang menjadi umum dipakai untuk mengiringi tarian Reog ala Salatiga .

Tari Barong